Selasa, 04 Agustus 2009

Nilai-Nilai Demokrasi

Dalam membicarakan nilai-nilai demokrasi, penulis akan menentukan titik beratnya yang merupakan prinsip pokok dan pondasi daripada politik demokrasi yaitu kebijaksanaan politik yang dilaksanakan oleh wakil-wakil rakyat atas dasar prinsip mayoritas. Para wakil-wakil rakyat diberi hak untuk membuat kebijaksanaan politik melalui pemilu yang bebas yang berdasarkan atas hak suara yang universal.

Terlepas dari batas-batas demokrasi sering dianggap sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan masyarakat atau para wakil-wakil rakyat atau mayoritas para pemilih. Jadi tanggapan pertama bahwa demokrasi bebas dari pada nilai-nilai, yaitu secara logika dan demokrasi adalah sebagai sistim dan tidak pula menghasilkan nilai-nilai dari hasil yang hendak dicapai. Keraguan yang ada pada mulanya timbul tentang kenetralan demokrasi itu sendiri adalah sebagai berikut :
"Dapatkah suatu sistim pembuat kebijaksanaan benar-benar dan hanya bersifat alat saja, dalam hal ini secara teknis dapat kita nyatakan bahwa alat yang dapat dipergunakan untuk maksud-maksud tertentu dan semua alat yang dipakai untuk mencapai tujuan."

Salah satu implikasi dari pada demokrasi yang hampir tidak dapat dilaksanakan, yang timbul dari sistim itu adalah bahwa pemerintahan oleh rakyat dan ini bukan hanya merupakan sebahagian dari pada definisi demokrasi sebagaimana pendapat Lincoln yang terkenal. Implikasi itu bukan hanya merupakan dan bersifat logika belaka, mungkin dapat dibayangkan bahwa suatu negara demokrasi dengan suatu mayoritas mencurahkan tenaganya untuk suatu tujuan yang lain dari pada kepentingan warga negaranya dan bukanlah kepentingan penduduk.

Hal ini tidak membawa terlalu jauh untuk memikirkan tetapi hanya memberikan tekanan-tekanan atas rakyat. Pada waktu Aristoteles membicarakan tentang negara dan menyatakan, bahwa tujuan negara adalah meningkatkan tujuan yang baik, adapun yang menjadi nilai dari pada demokrasi itu antara lain :

1. Menyelesaikan pertikaian secara sukarela dan damai.
Kehidupan setiap masyarakat selalu mengundang pertikaian yang tidak pernah henti-hentinya dalam soal kehidupan dan kepentingan serta pendapat, baik yang disembunyikan ataupun yang dilakukan secara terbuka. Dalam sistim pemerintahan demokrasi satu-satunya sistim yang mengakui sahnya empiris politik dari pertikaian yang ada dan mengatur penyelesaian secara damai melalui perundingan sebagai penyelesaian dari alternatif dan berdasarkan dekrit.

Setiap teori politik yang ada memberikan penyelesaian secara damai dan juga dilakukan secara kompromi untuk ketertiban umum dalam rangka mengambil kebijaksanaan yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat (DPR) untuk membuat Undang-Undang dalam menjaga pertikaian dan kesalah pahaman, sehingga dengan adanya Undang-Undang tersebut semua yang bertikai dan berselisih atau diikat dengan peraturan dan Undang-Undang merupakan alat yang harus dipatuhi karena Undang-Undang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui kompromi dan musyawarah.

Inilah yang merupakan cici-ciri khas dari pada demokrasi yang akan dihargai tinggi oleh setiap orang-orang yang lebih suka kepada penyelesaian secara sukarela dari pda paksaan yang bersifat diktator.

2.Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
Hal ini amat erat kaitannya dengan nilai yang pertama, sehingga dapat dianggap sebagai penerapan nilai itu terhadap situasi khusus dari pada nilai modern sekarang. Nilai ini lebih besarnya pengaruhnya bila dibandingkan dengan masa lalu yang statis, dengan arti kata nilai itu lebih dapat diterima sebab umat manusia telah dipengaruhi oleh perubahan sosial dalam masyarakat dan juga dalam masalah politik.

Dalam tubuh demokrasi itu dapat kita lihat banyak sekali perubahan sosial yang pasti akan timbul dan terjadi akibat dari pada kemajuan teknologi, umpamanya metode politik demokrasi yang mempunyai kepekaan terhadap pendapat umum, semua ini dapat mempengaruhi perubahan-perubahan politik. Dalam dunia sekarang ini dapat dilihat perlu adanya penyaluran perubahan-perubahan secara damai, walaupun kadang-kadang terdapat kerinduan pada masa lalu atau kepada masyarakat yang lebih statis.

Sekarang ini hanya sedikit kita dengar adanya argumentasi yang menentang nilai-nilai harmonis dalam masyarakat, baik perubahan itu terjadi karena perubahan alam maupun karena kemajuan teknologi yang sangat mempengaruhi nilai-nilai demokrasi yang ada, dimana perubahan struktur sosial masyarakat yang dipengaruhi kemajuan teknologi akan membawa kepada alam kenyataan.

Akibat kepekaan masyarakat dalam perubahan sosial sehingga terjadilah perubahan dalam kebijaksanaan. Kebijaksanaan mana yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama dengan wakil-wakil rakyat yang ada dalam parlemen, sebab pemerintah masih mempertahankan siatuasi dan kondisi yang lama (status quo), hal ini tidak akan menimbulkan perdamaian dan keadilan yang merupakan ide demokrasi. Jadi jelaslah bahwa menjamin terjadinya perubahan-perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah dan merupakan nilai yang ideal dalam sistim demokrasi sekarang ini yang selalu didambakan masyarakat.

3. Penggantian penguasa secara teratur.
Untuk menguasai dalam sistim demokrasi, penggantian penguasa perlu dilaksanakan dengan teratur demi untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat serta memberikan haknya kepada rakyat untuk memilih orang-orang yang mereka sukai dan mampu atau cakap menjadi pemimpin mereka dalam negara maupun dalam masyarakat.

Demokrasi tidak hanya mengendalikan pertentangan dan perubahan sosial, tetapi sekaligus juga menyelesaikan masalah politik yang jauh lebih ruwet dari pada pelaksanaan politik itu sendiri, mewariskan kepada anak cucu, memilih orang dalam kalangan elit dan menggulingkan penguasa dengan jalan kudeta, sekarang hal ini tidak dapat lagi diterima sebagai suatu hal yang wajar dalam membuktikan kesalah pahamannya dan menimbulkan kesukaran-kesukaran yang telah tampak dalam sejarah.

Sistim ini hanya terdapat dalam sistim demokrasi sebagaimana yang dikatakan dalam teori Social Contract (Miriam Budiardjo, 1970:96) yang antara lain :
"Pada mulanya manusia itu berada dalam keadaan alamiah, tetapi karena dorongan hawa nafsu dimana sekelompok manusia menginjak-injak hak asasi mereka sehingga mengakbatkan kerusuhan dalam masyarakat. Kemudian mereka sadar lantas mereka membuat kesepakatan yang mereka serahkan kepada seseorang atau sekelompok orang dimana orang tersebut harus berbuat dan bertindak sesuai dengan isi dari pada perjanjian sosial kontrak tersebut."

Menurut Thomas Hobbes :
Untuk terselenggaranya perdamaian, maka manusia-manusia lalu mengadakan suatu perjanjian yang disebut perjanjian masyarakat, untuk membentuk suatu masyarakat selanjutnya negara. Dimana setiap orang di dalam negara itu dapat bekerja untuk memiliki sesuatu dan tidak selalu terancam jiwanya. Perjanjian masyarakat itu bersifat langsung. Artinya orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian itu langsung menyerahkan atau melepaskan hakya kepada Raja, tidak melalui masyarakat. Raja tidak merupakan pihak dalam perjanjian itu. Dengan demikian Raja tidak terikat oleh perjanjian.

Sesuai dengan hal diatas John Locke juga mengemukakan pendapatnya tentang teori perjanjian masyarakat, yaitu :
Untuk menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia, manusia lalu menyelenggarakan perjanjian masyarakat untuk membentuk masyarakat selanjutnya negara. Dalam perjanjian itu orang-orang menyerahkan hak-hak alamiahnya kepada masyarakat tetapi tidak semuanya. Masyarakat ini kemudian menunjuk seorang penguasa, dan kepada penguasa ini kemudian diberikan wewenang untuk menjaga dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia tadi. Tetapi di dalam menjalankan tugasnya ini kekuasaan penguasa adalah terbatas, yang membatasi adalah hak-hak asasi tersebut, artinya didalam menjalankan kekuasaanya itu penguasa tidak boleh melanggar hak-hak asasi.

Sedangkan J.J. Rousseau berpendapat :
kesatuan, yang membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik dari setiap orang, sehingga karena itu semuanya dapat bersatu, akan tetapi meskipun demikianYang merupakan hal yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah, menemukan suatu bentuk masing-masing orang tetap mematuhi dirinya sendiri, sehingga orang tetap merdeka dan bebas seperti sedia kala.
4. Menggunakan paksaan sekecil mungkin
Dalam sistim demokrasi menggunakan paksaan dalam arena politik juga timbul, walaupun kita tidak perlu mencoba mengukur bagaimana jenis dan jumlah paksaan tersebut yang dilaksanakan oleh penguasa, sehingga termometer politik selalu bekerja walaupun sebahagian besar orang yang menyetujui dan adapula sebahagian kecil orang yang dipaksakan untuk mematuhinya dan menerima serta melaksanakan kebijaksanaan politik tersebut.

Inilah argumentasi yang paling lemah dan banyak tergantung kepada adanya kebebasan politik dan bagaimana cara putusan politik itu diambil, adalah berguna sekali untuk mempunyai lembaga keselamatan karena dengan begitu kita dapat menyalurkan aspirasi yang terkumpul dan membantu perdebatan dan permainan politik walaupun pada akhirnya kalah dalam pemungutan suara.

5. Nilai keanekaragaman (pluralisme) Pada mulanya orang melihat bahwa keanekaragaman selalu ada dalam masyarakat walaupun jumlahnya itu tidak sebanyak jumlah orang yang terdapat dalam masyarakat. Maka disini diakui bahwa keanekaragaman dianggap sah dan kalau terdapat pendapat dan kepentingan yang berlainan harus diperhatikan aspek psikologis/kejiwaan manusia, dimana manusia itu akan cepat bosan.

Dalam hal ini John Locke (Miriam Budiardjo, 1970:236) pernah berkata :
Bukan perbedaan-perbedaan pendapat yang tidak dapat dielakkan, tetapi tidak mau kompromi kepada orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda sehingga menimbulkan kekacauan dan peperangan yang telah terjadi dengan keistimewaan dan mengatasnamakan agama.
Akhirnya dapat disimpulkan dimana kita kembali kepada pengetahuan umum, bahwa kemajuan itu dapat ditimbulkan oleh keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat.

Jadi demokrasi tidak menghambat kemajuan dalam segala bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya, tetapi yang penting bagaimana pengaruh penguasa negara untuk menjalankan demokrasi dan menilai keanekaragaman dalam masyarakat tersebut.

6. Menegakkan keadilan dalam masyarakat
Dimana keadilan itu telah dihargai setinggi-tingginya oleh para ahli falsafah politik sebagai suatu nilai yang harus ditegakkan dalam masyarakat, menegakkan keadilan sering dianggap sebagai inti moralitas politik dalam demokrasi.
Demokrasi adalah suatu sistim yang terbaik untuk ditegakkan dalam masyarakat dan untuk menegakkan keadilan itu harus berpedoman kepada hal-hal sebagai berikut :
  • Keadilan yang terbaik yang diharapkan dalam demokrasi, bahwa yang tidak adil itu diperhatikan dan kalau mungkin diperbaiki dan untuk selanjutnya dielakkan sebelum terjadi.
  • Kemungkinan terjadinya ketidak adilan dalam negara demokrasi jauh lebih kecil dari pada negara yang kebebasan politiknya dan tidak adanya jaminan politik terhadap rakyat dan masyarakat dalam suatu negara. Demokrasi memberikan kesempatan kepada setiap kelompok yang berkepentingan mempunyai hak untuk mengajukan wakil-wakilnya dalam parlemen, dengan demikian dalam pembuatan Undang-Undang semua warga negara mempunyai hak dan saham yang sama tanpa terkecuali. Sehingga kedaulatan rakyat tidak terabaikan lewat berbagai rekayasa dalam bentuk perumusan norma hukum di bidang ketatanegaraan agar posisi rakyat tidak lemah jika berhadapan dengan kekuasaan negara (Yusril Ihza Mahendra, 1996:57).
  • Demokrasi menyangkut kompromi dan harmoni politik dengan jalan menyelesaikan tuntutan yang saling bertentangan satu sama lainnya, hal demikian sudah merupakan penanaman rasa keadilan yang bersifat relatif.
Jadi pandangan yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam sistim demokrasi itu harus ada suatu nilai yang harus ditegakkan dalam masyarakat, supaya demokrasi itu dapat berjalan sesuai dengan posisi dan tujuannya yang hendak dicapai oleh demokrasi itu sendiri, dimana nilai tersebut merupakan harapan dan tujuan dari setiap manusia yang tergabung dalam organisasi kenegaraan. Nilai tersebut adalah perlunya menegakkan keadilan yang mendasar bagi kehidupan masyarakat.

Jadi keadilan merupakan nilai yang mutlak harus ada dalam setiap demokrasi, sebab tanpa keadilan sistim demokrasi itu tidak akan dapat mewujudkan cita-cita negara yang bersangkutan. Walaupun dalam prakteknya demokrasi selalu menimbulkan pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, akibatnya memperluas jumlah orang yang harus diliputi keadilan dan memperkecil jumlah orang yang terkena ketidak adilan. Demokrasi dan prinsip mayoritas terdapat dalam kepercayaan akan keadilan yang mutlak dari rakyat, pada akhirnya hal ini dapat menjadi pelopor terbaik yang dapat diberikan kepada orang-orang yang pada suatu ketika diperlukan oleh manusia lain.

Sebelum mempertahankan demkrasi atas dasar nilai-nilai kebebasan perlu diperhatikan bagaimana caranya manusia itu mendapat kebebeasan baik dalam hukum maupun politik mempengaruhi kebebasan yang berhubungan dengan keperluan dan kebutuhan insan yang merdeka. Sebagaimana sejarah HAM, usaha untuk menegakkan demokrasi di satu pihak dan kemerdekaan di pihak lain.

Jadi kebebasan politik merupakan tiang dalam sistim demokrasi, sebab tanpa adanya kebebasan dalam demokrasi mengakibatkan ciri-ciri demokrasi akan hilang dan kabur akhirnya akan sampai kepada sistim diktator semata-mata, dimana hal ini sangat bertentangan dengan sistim demokrasi. Sebab dalam negara demokrasi perlu diperhatikan dan diajarkan masalah politik yang dianggap baik, ini berarti pemerintah telah mengekang kemajuan dari pada rakyat dalam masalah kebebasan.

Yang penting diperhatikan adalah sampai dimana kebebasan politik itu dapat dilaksanakan oleh rakyat, hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dari pada warga masyarakat. Jadi penting pembatasannya, sejauh mana masyarakat itu boleh berpolitik, hal ini tergantung dari pada situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakat negara tersebut.

Senin, 03 Agustus 2009

Arti dan Tujuan Demokrasi

Demokrasi adalah sebagai azas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan, dimana negara-negara pada umumnya di dunia ini memakai sistim pemerintahan demokrasi yang mempunyai variasi bermacam-macam.

Demokrasi berasal dari dua perkataan yaitu : demos yang berarti rakyat, dan cratos yang berarti pemerintahan. Dengan demikian dilihat dari arti kata, maka demokrasi adalah pemerintahan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Menurut Aristoteles (Soehino, 1996:27), negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat, ini yang dimaksud bahwa yang memegang pemerintahan itu pda prinsipnya adalah rakyat itu sendiri, setidak-tidaknya oleh segolongan besar daripada rakyat. Ini dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu:
  1. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya adalah baik, karena memperhatikan kepentingan umum atau rakyat, negara ini disebut Republik atau Republik Konstitusional.
  2. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya itu adalah jelek, karena pemerintahannya itu hanya ditujukan untuk kepentingan si pemegang kekuasaan itu saja.
Meskipun dalam negara ini dikatakan bahwa pemerintah itu dipegang oleh rakyat, tetapi didalam prakteknya pemerintahan itu hanya dipegang oleh orang-orang tertentu saja. Negara ini disebut negara demokrasi.

Walau ditinjau dari arti kata, hal itu kelihatan sangat sederhana sekali, akan tetapi sukar untuk memahami maksuda dan tujuan dari demokrasi itu sendiri karena banyak variasi-variasi yang dipergunakan oleh negara-negara yang memakai sistim demokrasi tersebut. Dan juga sukar untuk memberikan batasan-batasan yang dapat diterima oleh semua pihak. Hal ini disebabkan karena karena pengertian demokrasi itu akan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan negara, bangsa dan masyarakat dari negara yang memakai sistim demokrasi itu.

Apabila demokrasi seperti apa yang dikemukakan diatas diberi arti pemerintahan dari rakyat, maka hal ini mengandung arti bahwa yang berjumlah lebih banyak memerintah orang yang jumlahnya lebih kecil, hal yang demikian tidak mungkin terjadi, bahkan dalam kenyataan kebalikannya terjadi, yang berjumlah sedikit memerintah sedangkan yang berjumlah banyak itu yang diperintah.

Sehubungan dengan hal itu J.J.Rousseau (S.M. Amin : 1976:12) mengemukakan pendapatnya, yaitu : "Kalau dipegang arti kata seperti yang diartikan umum maka demokrasi yang sesungguhnya tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada. Hal ini berlawanan dengan kodrat alam, maksudnya yang jumlah terbesar memerintah sedangkan yang jumlahnya lebih kecil diperintah."

Dari uraian itu maka jelaslah bahwa sukar untuk mengadakan pembatasan mengenai demokrasi itu sendiri. Kalau kita perhatikan negara-negara yang ada di dunia sekarang ini mendasarkan diri atas azas demokrasi, akan tetapi yang dilaksanakan tidak ada yang berhubungan dengan demokrasi itu sendiri.

Dalam perkembangan demokrasi, di dunia ini mempunyai bermacam-macam prediket seperti : Demokrasi Sosial, Demokrasi Liberal, Demokrasi Rakyat. Di Indonesia sendiri setelah meletus G 30 S/PKI mempergunakan sistim demokrasi Pancasila.

Adapun sesbabnya sulit memberikan batasan-batasan dari demokrasi itu sendiri, hal ini disebabkan adanya dua pengertian dari demokrasi, antara lain dilihat dari sudut formil demokrasi dilaksanakan secara teori, sedangkan dilihat dari sudut materil demokrasi dilaksanakan secara praktis.

Dari kedua pengertian demokrasi diatas, yang pertama mempunyai arti yang fundamental, sedangkan yang kedua pada umumnya terdapat banyak persamaan dari pada perbedaan dalam prakteknya.

Perbedaan fundamental dalam pelaksanaan demokrasi pada negara-negara terletak pada demokrasi dalam arti teori, seperti ternyata dalam sejarah perkembangan demokrasi yang sampai sekarang masih tetap berlaku dan dilaksanakan oleh negara-negara yang bersangkutan, sedangkan ditinjau dari sudut materinya demokrasi ada yang didasarkan pada kemerdekaan dan kemajuan sosial ekonomi dalam masyarakat.

Pelaksanaan demokrasi tidak sama antara negara yang satu dengan negara yang lain, hal ini dapat dilihat dari dalam konstitusi yang ada di dunia ini. Dalam konstitusi tersebut kita dapat melihat dianutnya bermacam-macam sistim ketatanegaraan seperti antara lain : Sistim Parlementer, Sistim Diktator dan Sistim Pemerintahan Campuran. Dan menurut sistim tersebut akan melahirkan bentuk-bentuk negara antara lain : Republik Federal, Kerajaan dan lain-lain yang pada azasnya semua bentuk berdasarkan dari pada demokrasi.

Demokrasi berdasarkan kemerdekaan dan persamaan, hal ini dapat kita lihat dalam sejarah faham kemerdekaan dan persamaan dalam kehidupan ketatanegaraan yang merupakan reaksi terhadap faham absolutisme, dimana suatu faham kekuasaan negara secara mutlak berada dalam tangan seseorang atau suatu badan, sehingga keadaan yang demikian akan menimbulkan perbedaan yang menyolok antara golongan yang berkuasa semata-mata untuk kepentingan golongan dan pribadi.

Berdasarkan faham kemerdekaan diatas, Emery Reeves dalam bukunya "Demokrasi Manifesto", mengemukakan tentang liberal sebagai berikut :
"Paham politik telah mencoba cita-cita kemerdekaan kehidupan sosial ialah liberalisme, dimana liberalisme itu merupakan intisari program yang ada pada akhir abad ke-18, menarik dengan serempak kekuasaan yang paling berpengaruh. Kemudian anasir-anasir progresif dari susunan negara yang demokratis dalam partai politik yang bertujuan menyusun negara dan kehidupan ekonomi berdasarkan kemerdekaan perseorangan serta menjamin kemerdekaan bangsa-bangsa".

Dengan menggunakan landasan berpikir diatas dapatlah dikatakan bahwa cita-cita kemerdekaan adalah merupakan cita-cita yang baik di lapangan politik, sosial dan ekonomi. Akan tetapi seperti yang kita ketahui bahwa tafsiran serta pengertian faham tersebut diatas bermacam-macam, oleh sebab itu dapat dimengerti bahwa faham tersebut akan menimbulkan kekacauan yang besar dari pada cita-cita kemerdekaan itu sendiri dalam arti yang semurni-murninya.

Faham kemerdekaan itu mempunyai bermacam-macam perwujudan antara lain :
  1. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat serta menganut keyakinan sendiri.
  2. Kemerdekaan untuk berkumpul dan bersidang dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama.
  3. Kemerdekaan untuk mengatur kehidupan sendiri yang layak bagi kemanusiaan.
Dengan demikian kemerdekaan itu dapat pula diartikan adanya penghormatan pada seorang yang diberi hak dan kewajiban terhadap orang lain, sehingga tidak adanya tindakan yang sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok sehingga dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya sendiri dan sesuai dengan fitrahnya manusia itu sendiri yang dibawanya semenjak lahir ke dunia.

Kemerdekaan dan persamaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh sebab itu dalam membicarakan kemerdekaan mau tidak mau kita harus membicarakan persamaan. Kemerdekaan tanpa persamaan sulit untuk dipikirkan tetapi persamaan itu juga timbul persoalan apakah persamaan yang benar itu ada dan apakah persamaan yang mutlak antara manusia yang satu dengan manusia yang lain di dunia ini?

Sebagai jawaban dari problema diatas dapat dikemukakan dimana persamaan antara manusia di dunia atau bangsa-bangsa di dunia dan antara golongan pada azasnya bertentangan antara hakekat dan kodrat. Maka persamaan yang demikian tidak pernah ada dari dulu sampai sekarang dan itu pulalah yang menyebabkan bahwa kemerdekaan yang hakiki dan sempurna akan mewujudkan sebaliknya yang akan terjadi dari setiap jenis kemerdekaan itu. Mungkin semua orang akan berharap agar kedua cita-cita diatas dapat terlaksana secara mutlak diatas dunia ini.

Ternyata dengan dianutnya faham kemerdekaan mempunyai pengaruh di bidang politik, sosial, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya. Hal ini juga berpengaruh dari seseorang atau kelompok orang yang mempunyai kedudukan yang kuat.

Jadi dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa struktur demokrasi juga dapat dipengaruhi oleh struktur ekonomi masyarakat negara yang menganut sistim tersebut, sehingga dalam masyarakat akan timbul golongan yang disebut golongan yang berpunya (borjuis) dan golongan yang tidak berpunya (proletar), dimana golongan yang pertama ini akan menentukan tingkat ekonomi daripada golongan yang kedua. Sehingga kebebasan untuk bertindak akan tergantung kepada golongan yang pertama, akibatnya kedudukan ekonomi dalam masyarakat tidak akan terlaksana secara adil.

Dengan demikian demokrasi tersebut tidak akan jalan, dan apa yang di dambakan hanya merupakan khayalan belaka atau dengan kata lain bahwa demokrasi merupakan suatu hal yang utopis. Sebab pada prinsipnya kemerdekaan hanya dapat dilaksanakan dan dirasakan bagi mereka yang memegang peranan dalam bidang ekonomi saja, sedangkan bagi mereka yang termasuk golongan yang kedua yang hidupnya penuh ketergantungan pada golongan yang pertama tidak akan merasakan nikmatnya kemerdekaan itu.

Disamping itu mereka hanya merupakan objek dalam pelaksanaan demokrasi tersebut. Oleh karena itu akan terjadi pergeseran nilai-nilai demokrasi itu sendiri, maka kurangnya kesadaran dalam menentukan kewajiban serta hak sebagai seorang warga negara.