Kamis, 09 Juli 2009

"Teruskan Perjuangan Reformasi"


Oleh : Verreiswind Marwan Bustami*)
Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Solok.

Kekuatan moral -yang biasa disebut sebagai- "Moral Force" yang harus dimiliki mahasiswa, tak bisa dibantah telah merubah perjalanan sejarah politik bangsa ini. Gerakan demi gerakan telah dilakukan, perjuangan demi perjuangan telah dilangkahkan, dan aksi demi aksi pun telah bermunculan demi hadirnya sebuah perubahan yang sangat didambakan. Suatu saat nanti, sejarah masa depan akan mencatat apa yang terjadi hari ini.
Perubahan yang terjadi saat ini begitu drastis, tidak lagi tahun ke tahun, bulan ke bulan, bahkan pekan ke pekan, tapi terjadi dari menit ke menit bahkan hitungan detik. Beberapa waktu lalu (ketika masih memimpin bangsa ini) Soeharto sangat dipuji dan bahkan dipuja bukan saja oleh bangsa dan negara ini namun juga oleh para tokoh dan masyarakat dunia. Hal itu berubah setelah Habibie dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Presiden Republik Indonesia. Hampir seluruh rakyat Indonesia dan tokoh-tokoh dunia berbalik mengecam Soeharto.
Hampir semua masyarakat tahu kalau Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto telah banyak melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), ketidak adilan dan pelanggaran terhadap HAM (Hak Azazi Manusia). Masyarakat pun tahu kalau selama kepemimpinannya, Soeharto telah banyak menumpuk harta dan kekayaan yang diperbuat dengan cara tidak adil, sebagaimana diamanatkan konstitusi kepada seorang Presiden.
Tapi, banyak juga masyarakat yang tidak menyadari bahwa rusaknya kepemimpinan Soeharto itu tidak berdiri sendiri, ada faktor lain yang mendukung hal tersebut seperti sikap para pejabat yang berpegang pada prinsip ABS (Asal Bapak Senang), yang cendrung mengkebiri uang rakyat dengan kekuasaan dan jabatan yang dimilikinya. Ini semakin diperparah dengan kebijakan mempekerjakan keluarga serta kaum kerabat (Nepotime) yang tidak berlandaskan pada kemampuan dan kepatutan.
Beberapa saat setelah Soeharto berhenti jadi Presiden, Wiranto sebagai Menhankam/Pangab menyatakan bahwa ABRI akan melindungi setiap mantan presiden beserta keluarganya tidak terkecuali Soeharto. Pernyataan ini kemudian menuai kecaman dari berbagai kalangan yang yang tidak senang dengan pernyataan tersebut.
Untuk itu, kalau kita beranggapan bahwa korupsi,kolusi dan nepotisme itu masih ada maka kita harus bersama-sama membuktikannya; kalau kebenaran, keadilan dan Hak Azazi Manusia belum lagi ditegakkan marilah sama-sama kita perjuangkan; dan kalau memang harta yang dimiliki Soeharto dan keluarganya sebagaimana anggapan beberapa kalangan adalah merupakan uang rakyat, maka marilah sama-sama kita buktikan di Pengadilan. Tapi, satu hal yang perlu diingat bahwa perjuangan reformasi haruslah diarahkan pada perubahan sistem.
Sebagai warga negara tentunya kita harus menjunjung tinggi hukum tanpa melupakan "A praduga tak bersalah", dan sebagai ummat kita diajarkan untuk tidak su'udzon dan zalim terhadap makhluk hidup termasuk manusia. Menegakkan kebenaran tanpa berbuat adil dan menghargai hak azazi manusia adalah suatu penindasan. (17/06/1998)

Catatan :Tulisan ini dipublikasi pada Majalah Dinding SMPT UMMY Solok, sesuai dengan tanggal dibuat.

Tidak ada komentar: