Rabu, 08 Juli 2009

Mahasiswa : Antara Perjuangan dan Peran


Oleh : Verreiswind Marwan Bustami*)
Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Solok.


Mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah tentunya harus selalu dan tetap konsisten dengan sifat kritis, analitis, idealis dan inovatif. Di samping itu mahasiswa juga dituntut untuk selalu menelorkan ide-ide yang konstruktif, dan bersifat proaktif dalam menegakkan serta memperjuangkan kebenaran dan keadilan sebagai wujud dari komitmen kerakyatan.
Setidaknya hal tersebut telah dibuktikan dengan gerakan-gerakan moral yang dilakukan mahasiswa. Gerakan murni yang dilakukan mahasiswa secara serentak hampir seluruh pelosok di Indonesia pda tanggal 20 Mei 1998, yang kemudian ditandai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998, merupakan wujud nyata nyata dari aksi "Moral Force" yang dimiliki mahasiswa. Saat itu mahasiswa tampil - kalau boleh disebut- sebagai "Pressure Group" atau kelompok penekan terhadap kebijakan pemerintah yang telah membuat perekonomian Indonesia menjadi "akut".
Sistem yang dibangun dan diterapkan oleh "Rezim Orde Baru" selama kurang lebih 32 tahun berkuasa, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya atas ketidak adilan dan ketidak benaran. Pengekangan terhadap kebebasan mimbar/menyuarakan pendapat dan kebebsan pers, yang berakhir dengan dipenjarakannya beberapa orang aktivis dan mencabut SIUP beberapa media cetak, bermuara pada lahirnya sebuah dendam yang menyesakkan.
Disingkirkannya beberapa orang pejabat dari jabatannya (dengan alasan tidak capable) adalah bentuk lain dari ketidak mampuan dan ketidak mauan mereka menyenangkan atasan dengan berbagai bingkisan, kenangan dan tanda pernghargaan, pendek kata mereka tidak mempunyai sikap ABS (Asal Bapak Senang).
Perjuangan reformasi menimbulkan beberapa problema yang berkembang saat ini, yaitu tentang kemurnian gerakan mahasiswa yang selalu jadi isu sentral bagi pihak penguasa yang sering dikritisi dan dianggap tidak bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Tuntutan agar turunnya beberapa orang Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dari jabatannya yang sedang marak belakangan ini di beberapa daerah, dianggap sebagai campur tangan pihak ketiga yang disebut dengan "Barisan Sakit Hati" dianggap ikut memanfaatkan gerakan mahasiswa.
Belakangan, Munculnya beberapa "tokoh reformis kesiangan" dan turun gunungnya para petualang politik, ikut mengotori lembaran sejarah perjuangan reformasi yang terkonsentrasi hanya dalam persoalan politik. Konsekwensi logisnya adalah, terabaikannya sisi-sisi ekonomi yang seharusnya dikedepankan. Hal ini menjadi bias kepada kalangan masyarakat menengah kebawah.
Berpijak pada hal diatas, sudah saatnya mahasiswa lebih mempertajam idealisme dan kritisismenya agar tidak dilindas arus reformasi yang makin deras mengalir. Perbincangan mengenai politik perlu digeser kepada perbincangan dan perumusan konsep-konsep perekonomian yang bersifat aplikatif yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan keluar dari keterpurukan ekonomi. (18/06/1998)

Catatan :Tulisan ini dipublikasi pada Majalah Dinding SMPT UMMY Solok, sesuai dengan tanggal dibuat.

Tidak ada komentar: